SAMARINDA, Harianetam.id — Di tengah ruang aula kampus Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Samarinda yang perlahan mulai penuh siang itu, seorang perempuan tampil tenang di hadapan audiens yang mayoritas akademisi dan mahasiswa. Ia bukan asing di kampus ini. Namanya Dr. Isnawati, SH., MH. — akademisi sekaligus calon rektor yang kini membawa gelombang wacana perubahan yang cukup mengusik status quo.
Bukan lewat jargon kosong. Isnawati datang membawa satu berkas tebal bertuliskan “Visi, Misi, dan Program Kerja”, lengkap dengan peta perjalanan Untag Samarinda yang ia bayangkan akan menjadi kampus progresif, adaptif, dan relevan di era transformasi digital dan sosial saat ini.
Mengubah Arah, Menjaga Akar
“Pendidikan tinggi tidak bisa hanya diam di menara gading,” ujar Isnawati, dalam sesi presentasinya yang tenang namun tegas. Ia menekankan bahwa universitas, terutama di Kalimantan Timur yang kini menjadi pusat pertumbuhan nasional berkat Ibu Kota Nusantara (IKN), harus hadir sebagai lokomotif inovasi dan agen perubahan sosial.
Visi Isnawati cukup jelas: menjadikan Untag Samarinda sebagai institusi pendidikan tinggi yang inovatif dan berkualitas, dengan lulusan yang punya kreativitas tinggi dan daya saing global — namun tidak tercerabut dari nilai-nilai kebangsaan dan pengabdian masyarakat.
“Reputasi tidak hanya dibangun dari ranking, tetapi dari dampak nyata bagi masyarakat sekitar,” katanya.
Strategi Bertahap: Dari Konsolidasi hingga Kampus Hijau
Isnawati menyusun program kerja dalam tiga kerangka waktu: pendek, menengah, dan panjang. Gagasannya rinci, tidak sekadar abstraksi indah di atas kertas.
Jangka Pendek: Menata Ulang Fondasi
Dalam 7 kuartal ke depan, ia ingin memulai dari dalam — membenahi struktur internal, memetakan masalah prioritas, memperkuat digitalisasi sistem, meningkatkan mutu akademik, hingga mereformasi layanan mahasiswa. “Transparansi dan tata kelola yang baik harus jadi budaya,” katanya.
Jangka Menengah: Transformasi dan Globalisasi
Pada tahap ini, Isnawati merancang kurikulum yang adaptif, mendorong smart campus, memperkuat budaya riset dan inovasi, serta membidik reputasi nasional dan internasional. “Kita tidak bisa hanya jadi penonton di era kompetisi global,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya kesejahteraan dosen dan staf, agar profesionalisme tumbuh dari ekosistem yang sehat.
Jangka Panjang: Identitas dan Kemandirian
Dalam 5 hingga 10 tahun ke depan, Isnawati ingin Untag Samarinda menjadi kampus berbasis inovasi dan kewirausahaan, mandiri secara finansial, ramah lingkungan, dan memiliki kontribusi sosial yang nyata. “Kampus harus berani menjadi rumah gagasan, bukan sekadar tempat kuliah,” katanya.
Menerapkan dan Mengukur Dampak
Rencana besar tidak akan berarti jika tidak bisa diterapkan. Isnawati menyusun skema implementasi berbasis kolaborasi antara civitas akademika, mitra industri, masyarakat, dan pemerintah. Evaluasi berkala akan menjadi mekanisme pengawasan, sekaligus refleksi keberhasilan tiap tahapan. Ia tidak ingin kampus ini hanya berjalan karena rutinitas, tetapi melangkah dengan kesadaran visi.
Narasi Perubahan
Isnawati tidak sedang menawarkan sekadar jabatan. Ia sedang menawarkan sebuah narasi baru — bahwa kampus di daerah, jika dipimpin dengan visi dan strategi, mampu bersaing, bahkan memimpin.
Di tengah gegap gempita pembangunan IKN, Isnawati melihat posisi Untag sebagai pusat kecerdasan lokal yang siap memberi warna pada transformasi Kalimantan Timur. Ia paham benar, bahwa menjadi rektor bukan sekadar administrasi, tapi kepemimpinan pemikiran. Dan ketika hari mulai condong ke barat, Isnawati menutup presentasinya dengan kalimat yang tak hanya formal, tapi terasa seperti komitmen pribadi:
“Kami ingin Untag Samarinda bukan hanya unggul di indeks, tapi di benak masyarakat.”
Editor: Redaksi HarianEtam
Tinggalkan Balasan