Harianetam.id | Samarinda – Di balik kasus dugaan penipuan tanah kapling di kawasan Jalan H.A.M Rifaddin, Kelurahan Sei Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, mulai terbuka satu fakta krusial: status hukum lahan yang dijual ternyata tidak dapat divalidasi secara administratif.
Tim hukum korban, yang dikoordinasikan oleh Rizky Febryan Ramadhani, melakukan upaya legal dengan mengirimkan surat permohonan validasi ke berbagai instansi pemerintahan, mulai dari kelurahan, kecamatan, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hasilnya? Mayoritas dokumen tanah tidak ditemukan di register resmi.
SKGR Tahun 1982 Tidak Terdeteksi
Dalam kontrak Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), pengembang mengklaim bahwa tanah seluas ± 49.541 m² yang dijual kepada para pelapor berasal dari Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tertanggal 10 November 1982, yang konon diketahui oleh Ketua RT dan Lurah Sei Keledang pada masa itu.
Namun, balasan surat dari Kelurahan Sei Keledang pada 30 Januari 2025 menyatakan bahwa “untuk register pada surat tersebut sudah tidak ditemukan lagi.” Hal serupa juga dikatakan oleh Kantor Kecamatan Samarinda Seberang yang menyebut bahwa alur administrasi SKGR tahun 1982 tidak sampai ke level kecamatan dan tidak tercantum dalam sistem registrasi mereka.
“Ini sangat janggal. Dokumen dasar atas tanah tersebut tidak bisa divalidasi keberadaannya. Apakah ini hanya dokumen lepas tanpa dasar administratif?” ujar Rizky dalam konferensi pers yang digelar bersama korban.
PT Daksa Ajukan Keberatan
Kasus ini semakin rumit ketika BPN Samarinda menjawab permohonan validasi dari kuasa hukum korban. Dalam surat balasan tanggal 4 Februari 2025, BPN menyatakan bahwa terhadap permohonan validasi tanah tersebut, “terdapat keberatan dari PT Daksa Kalimantan Putra.”
Artinya, lahan yang dijual kepada korban diduga kuat telah memiliki klaim hak milik dari pihak lain, dan bukan milik sah dari pengembang atau terlapor dalam kasus ini.
“Jika tanah itu diklaim oleh PT Daksa, maka siapa yang sebenarnya punya hak atas tanah tersebut? Ini bisa menjadi bukti kunci bahwa pengembang menjual lahan bermasalah,” lanjut Rizky.
Validasi ke Wilayah Lain: Hasil Tetap Nihil
Tak berhenti di kelurahan dan kecamatan Sei Keledang, kuasa hukum juga mengajukan validasi ke Kelurahan Harapan Baru dan Kecamatan Loa Janan Ilir, karena lokasi tanah dinyatakan berbatasan administratif dengan wilayah tersebut.
Namun, hasilnya tetap nihil:
- Kelurahan Harapan Baru (30 Desember 2024) menyarankan agar pemohon mengkonfirmasi ke Kelurahan Sei Keledang.
- Kecamatan Loa Janan Ilir (23 Desember 2024) menjelaskan bahwa kecamatan baru terbentuk tahun 2011 dan tidak memiliki data terkait tanah itu.
Diduga Gunakan Dokumen Lama Tanpa Validasi Hukum
Dari berbagai balasan instansi resmi, muncul dugaan kuat bahwa pengembang menggunakan dokumen tua yang tidak terdaftar dalam sistem administrasi pemerintahan. Hal ini memperkuat indikasi adanya praktik penjualan lahan tanpa dasar hukum yang sah.
“Dokumen tahun 1982 itu tidak terarsipkan secara resmi, padahal dijadikan dasar transaksi miliaran rupiah. Ini bisa masuk ranah pidana jika memang digunakan dengan maksud menyesatkan,” ujar seorang ahli hukum pertanahan yang diminta memberikan analisis oleh Harianetam.id.
Potensi Jaringan & Celah Hukum
Penjualan tanah kapling tanpa dokumen valid membuka dua persoalan besar:
- Lemahnya pengawasan terhadap dokumen pertanahan tidak bersertifikat
- Potensi adanya modus terstruktur untuk mengelabui pembeli awam
Dengan banyaknya korban yang terperdaya oleh janji penerbitan sertifikat dalam 6 bulan, dan tak satu pun sertifikat terbit hingga 2 tahun berlalu, publik mulai mempertanyakan apakah kasus ini sekadar penipuan individu atau bagian dari modus mafia tanah lokal.
Berita ini merupakan bagian kedua dari serial investigasi Harianetam.id mengenai dugaan penipuan tanah kapling di Kota Samarinda. Dalam laporan berikutnya, redaksi akan menurunkan testimoni emosional para korban, yang kehilangan uang tabungan dan warisan demi tanah yang tak pernah menjadi milik mereka.
Redaksi membuka ruang hak jawab untuk seluruh pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini: media@harianetam.id
Tinggalkan Balasan