,

“Saya Jual Kebun Demi Kapling Itu”: Testimoni Korban Penipuan Tanah Samarinda

“Saya Jual Kebun Demi Kapling Itu”: Testimoni Korban Penipuan Tanah Samarinda

Harianetam.id | Samarinda – Di balik angka kerugian yang mencapai hampir Rp700 juta dalam kasus dugaan penipuan tanah kapling di kawasan H.A.M Rifaddin, tersembunyi puluhan kisah pilu para korban. Mereka bukan investor atau pemilik modal besar. Sebagian besar adalah warga kecil yang menggantungkan harapan hidup pada sebidang tanah yang tak kunjung bersertifikat.

Dari ibu rumah tangga hingga pedagang pasar, dari pensiunan hingga pekerja harian—semuanya bersuara dalam satu nada: mereka merasa ditipu, diabaikan, dan ditinggalkan tanpa kepastian.

“Saya Jual Kebun, Sekarang Hanya Bisa Menangis”

Seorang ibu berusia 54 tahun, warga Samarinda Seberang, tak bisa menahan air matanya saat diwawancarai oleh tim Harianetam.id.

“Saya jual kebun kecil di Kukar, hasilnya saya belikan kapling di sana. Supaya anak-anak bisa bangun rumah di masa depan. Tapi sekarang, boro-boro bangun rumah, sertifikatnya saja nggak pernah ada,” ucapnya lirih.

Ia mengaku sudah membayar Rp45 juta dengan mencicil dua kali. Semua pembayaran dilakukan secara resmi, dengan tanda tangan di Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), di hadapan admin pengembang.

Kini, kebun miliknya sudah berpindah tangan. Dan tanah kapling yang ia beli hanya ada di dalam bayangan dan janji-janji kosong.

Uang Tabungan Bertahun-Tahun Lenyap Sekejap

Bapak Rahmat, seorang pensiunan pegawai swasta, mengaku menggunakan seluruh tabungan pensiunnya untuk membeli dua petak tanah kapling sebagai investasi hari tua. Ia mempercayai penjual karena proses transaksi berlangsung di kantor, disaksikan admin, dan disahkan notaris.

“Saya pikir aman karena ada PPJB dan katanya akan sertifikat dalam 6 bulan. Sekarang sudah hampir 2 tahun, tidak ada kabar. Saya datang ke kantor, ternyata sudah jadi laundry,” tuturnya kecewa.

Rahmat bahkan mengaku sampai menjual motor untuk menutup biaya cicilan kapling yang dijanjikan akan naik nilai jualnya.

Pedagang Pasar: “Saya Cuma Mau Punya Tanah Sendiri”

Wati (bukan nama sebenarnya), seorang pedagang sayur di pasar subuh, mengungkapkan bahwa ia membeli tanah kapling dari hasil jualan selama bertahun-tahun. Ia rela menyisihkan sedikit demi sedikit untuk mimpi sederhana: memiliki tanah atas nama sendiri.

“Biar anak saya bisa sekolah lebih tenang, karena kami tinggal di kontrakan. Saya bayarkan lunas. Tapi sekarang saya seperti ditipu. Uang itu semua hilang. Rumah tak ada, sertifikat pun tak pernah datang,” ungkapnya.

Lebih dari Uang, Ini Tentang Harapan

Rizky Febryan, S.H., kuasa hukum para korban, menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar kerugian materi. Yang lebih menyakitkan adalah kerugian immateril: waktu, tenaga, kepercayaan, dan harapan para korban yang telah rusak akibat ulah terlapor.

“Ada yang jual emas, ada yang pinjam koperasi, ada yang bahkan menggadaikan sepeda motornya. Ini bukan transaksi bisnis besar. Ini transaksi harapan hidup,” tegas Rizky.

Sertifikat Tak Pernah Terbit, Terlapor Menghilang

Hingga berita ini diturunkan, para korban tidak pernah menerima sertifikat tanah mereka, padahal dijanjikan akan selesai dalam waktu enam bulan sejak pembayaran. Sementara itu, pengembang yang dulunya membuka kantor di Samarinda Seberang, kini tak dapat dilacak. Kantornya telah beralih fungsi menjadi tempat usaha laundry.

“Kami Hanya Ingin Keadilan”

Para korban berharap laporan mereka di Polresta Samarinda bisa menjadi titik terang. Mereka tidak menuntut lebih hanya agar hukum berpihak pada kebenaran dan keadilan.

“Kami tidak minta ganti lebih. Kami cuma ingin hak kami kembali. Sertifikat atau uang kami. Jangan sampai ini terjadi lagi ke warga lain,” ujar salah satu korban.

Liputan ini adalah bagian ketiga dari serial investigasi Harianetam.id tentang dugaan penipuan tanah kapling di Samarinda. Serial selanjutnya akan membongkar dugaan struktur penipuan terorganisir dan kemungkinan keterlibatan pihak ketiga dalam rantai distribusi kapling ilegal.

Redaksi Harianetam.id membuka ruang hak jawab dan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait di email: media@harianetam.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *