Long Apari, Mahulu – Warga di Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), tengah menghadapi bencana kekeringan parah. Dampaknya bukan hanya krisis air bersih, tapi juga lonjakan harga kebutuhan pokok secara ekstrem. Beras 25 kg kini dihargai Rp1 juta, sementara satu tabung gas 12 kg mencapai Rp800 ribu. Harga ini jauh dari jangkauan rata-rata warga di daerah pedalaman.
Kondisi ini terkonfirmasi dari data resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mahulu. Sebanyak 569 jiwa terdampak langsung, tersebar di Kampung Long Apari, Noha Tivab, dan Noha Silat.
Jalur Air Kering, Logistik Lumpuh
Wilayah Long Apari sangat bergantung pada jalur Sungai Mahakam sebagai akses logistik utama. Namun, musim kemarau ekstrem sejak akhir Juli 2025 menyebabkan debit sungai menyusut drastis, membuat distribusi barang terhenti.
“Ini bukan sekadar soal cuaca. Ini menyangkut keselamatan dan kelangsungan hidup,” ujar Wakil Bupati Mahulu, Drs. Yohanes Avun, M.Si., dalam Rapat Koordinasi Multisektor via Zoom pada Jumat malam, 25 Juli 2025.
Pemkab Mahulu Tetapkan Status Siaga Darurat
Menanggapi kondisi darurat tersebut, Pemkab Mahulu resmi menetapkan Status Siaga Darurat Bencana Kekeringan. Keputusan ini diambil untuk mempercepat penggunaan Dana Subsidi Ongkos Angkut (SOA) dan Belanja Tidak Terduga (BTT).
“Kita harus bergerak cepat. Jangan tunggu korban bertambah. Ini sudah sangat serius,” tegas Yohanes Avun dalam rilis resmi, Minggu (27/07/2025).
Logistik Diangkut Lewat Udara
Karena jalur sungai tak bisa diandalkan, distribusi bantuan logistik akan dilakukan melalui helikopter bekerja sama dengan Kodim 0912/Kutai Barat. Permintaan bantuan udara tengah diajukan ke komando tertinggi TNI.
Rute darat pun bukan tanpa tantangan. Jalan dari Long Pahangai ke Long Pakaq, hingga Tiong Ohang dan Long Apari masih rusak parah. Namun Pemkab berencana memperbaiki jalan itu secepatnya sebagai jalur estafet darurat.
Subsidi Transportasi, Gudang Sementara, dan Peringatan Dini
Untuk menekan harga dan menjamin akses, Pemkab Mahulu juga menyepakati subsidi ongkos angkut bahan pokok. Selain itu, mereka menyiapkan opsi membangun gudang logistik sementara, seperti milik Bulog atau Koperasi Merah Putih, di perbatasan dua kecamatan hulu.
Langkah selanjutnya, menurut Kalaksa BPBD Mahulu Agus Darmawan, adalah:
- Menyusun sistem peringatan dini,
- Mengedarkan imbauan terkait risiko bencana hidrometeorologi,
- Memberikan edukasi ke masyarakat tentang kekeringan dan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Investigasi HarianEtam.id: Mengapa Selalu Terlambat?
Krisis kekeringan ini bukan yang pertama. Setiap tahun, warga Long Apari dan wilayah perbatasan Kalimantan Timur menghadapi risiko serupa—tanpa sistem mitigasi yang kuat. Pertanyaan mendasarnya: Mengapa penanganan selalu bersifat reaktif, bukan preventif?
Pemerintah pusat dan provinsi telah menjanjikan banyak hal lewat program strategis nasional. Tapi di Mahulu, warga masih harus menunggu helikopter sekadar untuk makan.
Suara dari Hulu: “Kami Tak Butuh Janji, Butuh Jalan dan Air”
Salah satu warga Long Apari yang berhasil dihubungi HarianEtam.id menyampaikan keresahan:
“Bukan cuma soal harga. Kami butuh jaminan logistik. Setiap tahun kami diabaikan.”
Saat berita ini diterbitkan, bantuan logistik masih dalam proses distribusi. Jalan darat belum diperbaiki. Dan tidak ada kepastian kapan hujan akan turun kembali.
📌 Liputan ini bagian dari serial investigasi HarianEtam.id tentang ketahanan pangan, krisis iklim, dan ketimpangan layanan publik di Kalimantan Timur.
Editor: Tim Investigasi HarianEtam.id
Infografis & Data: Redaksi Data Etam
Hubungi Kami: media@harianetam.id | Instagram @harianetam.id
Baca berita investigatif, edukatif, inspiratif, dan informatif lainnya hanya di Harianetam.id
Tinggalkan Balasan