Universitas Mulawarman
Samarinda – HarianEtam.id Ribuan mahasiswa baru Universitas Mulawarman (UNMUL) mengikuti Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PPKMB) Tahun Akademik 2025/2026 di GOR 27 UNMUL. Namun, suasana yang semula berjalan kondusif dan seremonial berubah menjadi penuh perhatian ketika sekelompok mahasiswa membentangkan banner besar berisi tujuh poin tuntutan kepada pihak kampus.
Aksi damai ini menyita perhatian banyak pihak karena dilakukan secara terbuka, di hadapan mahasiswa baru, panitia, dan perwakilan kampus. Spanduk putih dengan tulisan tegas menjadi simbol bahwa mahasiswa bukan hanya peserta PPKMB tetapi juga penjaga nurani kampus.
Sejumlah mahasiswa UNMUL dari berbagai fakultas melakukan aksi pembentangan banner saat PPKMB berlangsung, Senin (4/8/2025). Mereka menyampaikan tujuh tuntutan utama yang selama ini dianggap tak kunjung mendapat respons konkret dari pihak kampus.
Berikut poin-poin yang disuarakan:
- Tolak UKT mahal
- Perbaiki fasilitas kampus
- Transparansi anggaran universitas
- Ciptakan ruang pendidikan yang aman dan inklusif
- Hentikan pembungkaman organisasi mahasiswa (ormawa)
- Stop pungli atas pemanfaatan fasilitas kampus
- Stop pelecehan seksual di lingkungan kampus
Aksi dilakukan secara damai dan tertib, tanpa mengganggu jalannya agenda PPKMB. Namun kehadiran spanduk dan keberanian mahasiswa menyuarakan kritik di tengah acara formal membuat suasana sejenak menjadi hening dan menyita perhatian publik luas, khususnya di media sosial.
Aksi ini dilakukan oleh mahasiswa aktif UNMUL yang tergabung dalam gerakan UNMUL Bergerak, sebuah inisiatif kolektif dari mahasiswa lintas fakultas, organisasi, dan komunitas. Mereka adalah pihak-pihak yang selama ini aktif menyuarakan aspirasi mahasiswa, namun merasa ruang demokrasi di kampus semakin sempit.
Ribuan mahasiswa baru, panitia PPKMB, dosen, dan perwakilan lembaga kampus menjadi saksi langsung peristiwa ini. Meski tidak ada insiden atau tindakan represif secara fisik, keberanian mahasiswa membentangkan banner tersebut menjadi bentuk ekspresi politik yang kuat dan mencolok dalam ruang akademik.
Aksi terjadi di GOR 27 Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, pada Senin, 5 Agustus 2025. Tempat tersebut merupakan lokasi utama kegiatan PPKMB UNMUL 2025 yang dihadiri oleh seluruh mahasiswa baru.
Momentum pembukaan PPKMB dipilih secara strategis karena menjadi titik berkumpulnya mahasiswa baru, pejabat kampus, dan publik kampus secara luas. Tujuannya jelas: memperkenalkan wajah asli kampus dari perspektif mahasiswa, bukan hanya lewat sambutan resmi dan video promosi.
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap berbagai permasalahan internal kampus yang dianggap sistemik, dibiarkan berlarut-larut, dan tidak ditangani secara transparan. Beberapa penyebab utama munculnya gerakan ini antara lain:
- UKT Mahal dan Tidak Transparan
Mahasiswa mengeluhkan sistem UKT yang tidak adil, tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan kerap meningkat tanpa kejelasan penggunaan dana. - Fasilitas Kampus yang Tidak Layak
Banyak gedung rusak, laboratorium minim peralatan, dan fasilitas umum yang tidak memadai, meskipun mahasiswa membayar biaya kuliah tinggi. - Minimnya Transparansi Keuangan Kampus
Mahasiswa menuntut agar laporan keuangan kampus, termasuk dana bantuan pemerintah, dipublikasikan secara terbuka sesuai prinsip good governance. - Pungli dan Komersialisasi Fasilitas
Ada praktik pemungutan biaya tambahan bagi mahasiswa yang ingin menggunakan ruang kelas, aula, atau fasilitas kampus lainnya. - Kasus Pelecehan Seksual yang Diabaikan
Beberapa kasus kekerasan seksual dilaporkan tidak ditindak secara serius. Korban tidak mendapatkan perlindungan, pelaku tidak dihukum jelas, dan sistem pelaporan tidak berpihak pada korban. - Pembungkaman Organisasi Mahasiswa
Ormawa merasa dibatasi secara struktural dan administratif, sulit mendapatkan dana kegiatan, serta tidak diberi ruang menyampaikan kritik. - Kampus Tidak Lagi Aman Secara Psikologis Maupun Fisik
Mahasiswa merasa tidak nyaman dan takut mengutarakan pendapat, khawatir mendapat intimidasi atau ancaman dari oknum yang berkuasa.
Aksi dilakukan dengan damai dan simbolik. Para mahasiswa berdiri di tribun, membentangkan banner besar, tanpa orasi atau kericuhan. Mereka tidak memprovokasi, tetapi menunjukkan bahwa kritik tetap bisa dilakukan secara bermartabat dan terorganisir.
Respons dari publik kampus pun mulai bermunculan. Beberapa dosen mengapresiasi keberanian mahasiswa dan menyebut aksi ini sebagai bentuk keberlanjutan semangat kritis dalam dunia pendidikan tinggi.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak rektorat UNMUL terkait tuntutan tersebut. Media kampus dan mahasiswa menunggu sikap tegas dari pimpinan universitas untuk membuka ruang dialog dan merespons isi tuntutan secara substansial, bukan sekadar imbauan normatif.
Namun aksi ini telah membuka diskusi luas di antara sivitas akademika dan masyarakat umum tentang urgensi reformasi kampus dan transparansi dalam pengelolaan perguruan tinggi negeri.
Kampus bukan hanya tempat belajar, tapi rumah kedua bagi mahasiswa. Ia harus aman, sehat, dan bebas dari ketakutan. Aksi mahasiswa di PPKMB UNMUL bukan sekadar keberanian sesaat, melainkan seruan panjang untuk perubahan struktural yang nyata.
Tuntutan ini bukan bentuk perlawanan semata, tetapi panggilan untuk mengembalikan makna sejati pendidikan tinggi: membentuk manusia merdeka, berpikir kritis, dan berani membela kebenaran.
“Ini suara yang tak boleh dibungkam. Ini gerakan yang mengingatkan: kampus adalah milik bersama, bukan milik segelintir.”
Baca berita investigatif, edukatif, inspiratif, dan informatif lainnya hanya di Harianetam.id
Tinggalkan Balasan