, ,

Mengurai Jejak Dana Hibah Pendidikan Gratispol — Siapa Paling Diuntungkan?

Mengurai Jejak Dana Hibah Pendidikan Gratispol — Siapa Paling Diuntungkan?

Samarinda, HarianEtam.id — Program Gratispol yang digadang-gadang sebagai terobosan layanan gratis di Kalimantan Timur ternyata menyimpan cerita lain di sektor pendidikan. Penelusuran HarianEtam.id menemukan bahwa distribusi dana hibah pendidikan justru mengundang pertanyaan: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan?

Janji Pendidikan Gratis, Realita Tertunda

Gratispol menjanjikan pendidikan gratis bagi semua, termasuk bantuan beasiswa dan penghapusan pungutan sekolah. Namun, dari dokumen hibah yang diterima redaksi, alokasi anggaran pendidikan pada tahap awal program justru lebih banyak mengalir ke organisasi tertentu daripada langsung ke siswa atau sekolah penerima manfaat.

Dalam Dokumen Perubahan APBD 2025 yang diakses HarianEtam.id, setidaknya tercatat puluhan lembaga non-pemerintah menerima kucuran dana ratusan juta rupiah. Beberapa di antaranya bahkan baru terdaftar sebagai penerima hibah dalam dua tahun terakhir.

Distribusi yang Tidak Merata

Hasil pemetaan redaksi menunjukkan:

  • 60% dana hibah tahap awal diberikan kepada organisasi berbasis komunitas atau yayasan pendidikan.
  • 25% mengalir ke lembaga keagamaan untuk program pelatihan.
  • 15% sisanya baru menyasar siswa melalui beasiswa individu.

Kondisi ini menimbulkan kesenjangan: sekolah negeri dan swasta di daerah pinggiran Kaltim justru mengaku belum mendapatkan bantuan operasional yang dijanjikan.

“Di brosur kampanye bilangnya gratis biaya sekolah, tapi di sini kami masih beli buku dan bayar iuran kegiatan. Bantuan katanya cair, tapi entah ke mana,” ujar Ika (17), pelajar di salah satu SMA di Kutai Barat.

Jejak Penerima ‘Favorit’

Dalam investigasi ini, HarianEtam.id menemukan setidaknya lima organisasi yang menerima dana hibah pendidikan di atas Rp1 miliar. Beberapa di antaranya memiliki kedekatan personal dengan pejabat daerah atau tokoh politik lokal.

Salah satu organisasi bahkan mendapatkan hibah Rp1,5 miliar untuk program pelatihan literasi digital, tetapi belum ada laporan publik terkait realisasi kegiatannya.

Pengamat kebijakan publik Universitas Mulawarman, Dr. Andi Kurniawan, menilai pola hibah seperti ini rawan menimbulkan konflik kepentingan.
“Kalau dana hibah lebih banyak ke lembaga tertentu, apalagi yang terafiliasi politik, itu berpotensi menjadi ‘balas budi’ atau modal politik, bukan benar-benar program bantuan masyarakat,” ujarnya.

Minim Transparansi dan Audit Lambat

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memang memiliki mandat mengaudit dana hibah, namun audit biasanya dilakukan setelah tahun anggaran selesai. Artinya, potensi penyalahgunaan baru terungkap jauh setelah dana cair.

Sementara itu, website resmi Pemprov Kaltim belum memuat laporan penerima hibah secara rinci, termasuk detail penggunaan dana dan hasil program.

Risiko Politik dan Kepercayaan Publik

Jika penyaluran dana hibah Gratispol terus didominasi oleh kelompok tertentu, program ini berisiko kehilangan legitimasi publik. Alih-alih menjadi simbol pemerataan, Gratispol bisa dianggap sebagai kendaraan politik untuk memperkuat jejaring kekuasaan.

HarianEtam.id akan terus memantau perkembangan ini, termasuk memeriksa laporan realisasi kegiatan dari setiap penerima hibah pendidikan, untuk menjawab pertanyaan besar: apakah Gratispol benar-benar untuk rakyat, atau hanya untuk segelintir pihak yang dekat dengan kekuasaan?

Kirim laporan & pengalaman Anda ke email : media@harianetam.id
Editor: Tim Harianetam.id

Baca berita investigatif, edukatif, inspiratif, dan informatif lainnya hanya di Harianetam.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *