Nusantara – HarianEtam.id, Pembangunan Sekolah Taruna Nusantara di kawasan inti Ibu Kota Nusantara (IKN) memasuki fase penting. Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RI Letjen TNI Tri Budi Utomo meninjau progres proyek di wilayah perencanaan 1C Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) pada Rabu (13/8/2025).
Sekolah ini ditargetkan rampung pada Januari 2026 dan diharapkan menjadi ikon pendidikan unggulan di pusat pemerintahan baru Indonesia.
Infrastruktur Jadi Fokus
Dalam peninjauan, rombongan menyoroti kesiapan akses jalan, listrik, jaringan gas, dan air—faktor vital agar sekolah dapat beroperasi optimal sejak hari pertama.
“Harapannya, setelah sekolah ini rampung, Sekolah Taruna Nusantara dapat menjadi sarana pendidikan berkualitas yang mampu mencetak generasi penerus bangsa terbaik,” ujar Danis Hidayat Sumadilaga, Plt. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Otorita IKN.
Pilar Pendidikan di Jantung IKN
Sekolah Taruna Nusantara di KIPP diproyeksikan bukan sekadar sekolah elit, tetapi pilar pendidikan strategis untuk melahirkan generasi berkarakter, berwawasan global, dan berdaya saing tinggi.
Selain kurikulum akademik, sekolah ini menekankan:
- Pembinaan nilai kebangsaan dan bela negara
- Keterampilan abad ke-21, seperti teknologi, komunikasi, dan kepemimpinan
- Semangat inklusivitas, sejalan dengan visi IKN sebagai Kota Dunia untuk Semua
Hadirnya Sekolah Taruna Nusantara di jantung IKN menunjukkan bahwa pembangunan Nusantara bukan hanya soal gedung dan infrastruktur, melainkan juga investasi pada kualitas manusia.
Namun, tantangan masih terbentang:
- Apakah sekolah ini akan benar-benar inklusif, terbuka bagi putra-putri terbaik dari seluruh daerah, bukan hanya kalangan tertentu?
- Bagaimana jaminan keberlanjutan pendanaan dan kurikulum agar tidak sekadar menjadi simbol di atas kertas?
IKN sedang dibangun sebagai episentrum politik, ekonomi, dan budaya baru Indonesia. Jika pendidikan ditempatkan sebagai fondasi, Sekolah Taruna Nusantara di KIPP bisa menjadi tonggak penting dalam sejarah Nusantara—atau sebaliknya, sekadar monumen tanpa ruh bila hanya berfokus pada fisik.
Tinggalkan Balasan