Samarinda – Harianetam.id, Perguruan tinggi di Kalimantan Timur kini menghadapi darurat yang mengkhawatirkan: peningkatan kasus pelecehan seksual yang terjadi di dalam lingkungan kampus, dilakukan oleh mereka yang seharusnya melindungi—dosen, pembimbing, hingga staf akademik.
Dunia pendidikan tinggi yang idealnya menjadi ruang pembebasan dan pemberdayaan justru menjadi ladang sunyi pelecehan. Korban lebih sering memilih diam, karena takut, malu, atau tidak percaya bahwa sistem kampus akan berpihak kepada mereka.
Pelecehan Tersembunyi di Balik Jabatan Akademik
Laporan dari berbagai universitas menunjukkan pola yang berulang: relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa kerap dimanfaatkan pelaku untuk melakukan pelecehan, baik secara verbal, fisik, maupun digital. Celakanya, banyak kampus lebih sibuk melindungi citra institusi ketimbang memastikan keadilan bagi korban.
“Saya takut bicara karena dia pembimbing skripsi saya. Kalau saya lawan, bisa tidak lulus.”
— Testimoni korban di salah satu kampus negeri di Kaltim (identitas dirahasiakan)

Kultur Diam dan Mekanisme Aduan yang Mandul
Budaya diam dan normalisasi pelecehan memperparah situasi. Banyak kampus belum memiliki unit layanan kekerasan seksual yang independen, bahkan ada yang menganggap masalah ini bisa “diselesaikan secara kekeluargaan” — sebuah ironi di lembaga ilmiah yang seharusnya menjunjung integritas.
Kegagalan Perlindungan di Lembaga Pendidikan Tinggi
Peningkatan kasus ini menunjukkan kegagalan sistemik kampus dalam menciptakan ruang aman dan sehat bagi mahasiswa. Meski UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah diberlakukan, pelaksanaannya di level perguruan tinggi masih sangat lemah.
Tidak adanya pendampingan psikologis, perlindungan terhadap pelapor, serta penegakan sanksi terhadap pelaku menjadikan para korban semakin terkucil.
Apa yang Harus Dilakukan Kampus dan Pemerintah?
Masalah ini tidak bisa dibiarkan. Saatnya semua kampus di Kaltim—baik negeri maupun swasta—melakukan langkah nyata:
- Membentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual yang independen
- Mewajibkan pelatihan anti-pelecehan untuk dosen dan staf
- Menjamin kerahasiaan dan keamanan korban dalam proses pelaporan
- Mengintegrasikan pendidikan kesetaraan gender dan edukasi seksual ke dalam orientasi kampus
- Menindak tegas pelaku, bukan melindunginya demi reputasi kampus
Catatan Akhir: Jangan Biarkan Kampus Jadi Sarang Kekerasan
Satu kasus saja sudah cukup untuk mencoreng dunia akademik. Apalagi jika dibiarkan, ia akan menjelma jadi budaya kekerasan yang terselubung. Kita tidak bisa membentuk intelektual berintegritas jika kampus justru menjadi tempat trauma.
Mahasiswa datang untuk belajar, bukan untuk dilukai.
Sudah saatnya semua pihak: rektorat, dosen, mahasiswa, LLDIKTI, dan aparat penegak hukum —bersatu mengakhiri kekerasan seksual di dunia kampus.
Jangan diam. Lawan. Bersihkan kampus dari predator.
Reporter: Tim Investigasi Harianetam.id
Baca berita investigatif, edukatif, inspiratif, dan informatif lainnya hanya di Harianetam.id
Tinggalkan Balasan