,

Kapling di Atas Tanah Bermasalah: Dugaan Penipuan Terstruktur dan Potensi Mafia Tanah

Kapling di Atas Tanah Bermasalah: Dugaan Penipuan Terstruktur dan Potensi Mafia Tanah

Harianetam.id | Investigasi Khusus – Kasus dugaan penipuan tanah kapling di kawasan Jalan H.A.M Rifaddin, Samarinda Seberang, bukan sekadar transaksi gagal. Struktur, modus, dan pola peristiwanya mengindikasikan praktik penipuan yang terorganisir—yang dalam bahasa hukum bisa dikaitkan dengan jaringan atau sindikat, bahkan dugaan kuat sebagai bagian dari mafia tanah lokal.

Dua Terlapor, Peran Jelas Terbagi

Dalam laporan resmi yang disampaikan ke Polresta Samarinda, dua nama telah dilaporkan:

  • Terlapor I: pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah, bertindak sebagai pengembang dan penjual.
  • Terlapor II: disebut sebagai admin sekaligus penerima pembayaran dari para korban.

Transaksi berlangsung di sebuah kantor resmi, lengkap dengan spanduk proyek dan promosi legalitas tanah. Para korban diajak duduk bersama, menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), dan sebagian besar pembayaran dilakukan secara bertahap—terstruktur, sistematis, dan tidak terkesan ilegal secara kasat mata.

PPJB Diteken di Hadapan Notaris, Tapi Sertifikat Tak Kunjung Terbit

Yang memperkuat kesan legalitas semu ini adalah keterlibatan lembaga notaris dalam proses PPJB. Para korban mengaku bahwa perjanjian mereka dibuat dan dibubuhi materai di hadapan notaris berinisial I.S., S.H.

Namun, setelah semua proses dijalankan dan uang dibayarkan, sertifikat yang dijanjikan terbit dalam enam bulan tak kunjung diberikan, bahkan setelah dua tahun berlalu.

Kantor Kosong, Identitas Tidak Bisa Dikonfirmasi

Dalam investigasi lapangan, tim hukum korban mencoba mendatangi kembali kantor yang digunakan sebagai lokasi transaksi. Hasilnya mengejutkan: kantor tersebut kini berubah fungsi menjadi usaha laundry.

Upaya pelacakan ke alamat rumah terlapor berdasarkan KTP juga buntu. Ketua RT setempat menyatakan bahwa terlapor adalah menantunya, tetapi ia tidak tahu dan tidak ingin tahu keberadaan terlapor. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa terlapor memang sudah menyiapkan rencana menghilang setelah menyelesaikan tahap penjualan.

Dugaan Penipuan Terstruktur

Kuasa hukum korban, Rizky Febryan, S.H., menyebut bahwa struktur dan kelengkapan proses yang dijalankan para terlapor bukanlah tindakan individu biasa.

“Kalau hanya satu orang yang berniat menipu, mungkin dia tidak akan membuat PPJB di kantor, pakai notaris, melibatkan admin, membagi pembayaran rapi, bahkan membuat kantor resmi. Ini sudah sistematis. Kami menduga ada jaringan di belakang ini,” ujarnya.

Legalitas Lemah, Dokumen Lama, Tanah Dalam Sengketa

Sebagaimana diberitakan sebelumnya dalam serial Harianetam.id, tanah yang dijual menggunakan dasar SKGR tahun 1982, yang tidak terdaftar di register kelurahan maupun kecamatan. Bahkan, BPN Samarinda menyatakan bahwa tanah tersebut sedang dalam sengketa dan telah diklaim oleh PT Daksa Kalimantan Putra.

Artinya, seluruh transaksi yang berlangsung dilakukan di atas tanah yang statusnya tidak sah secara hukum.

Pola Mirip Mafia Tanah: Modus, Dokumen, Hilangnya Penjual

Beberapa elemen yang kerap muncul dalam kasus mafia tanah, juga muncul dalam perkara ini:

  • Penggunaan dokumen lama yang tak tercatat resmi
  • Penjualan tanah tanpa proses sertifikasi yang valid
  • Peran oknum yang tampak sah namun menghilang pasca transaksi
  • Kerugian besar yang menimpa warga sipil kelas menengah ke bawah
  • Kantor ‘resmi’ yang kemudian berubah fungsi atau menghilang

Aparat Diminta Bongkar Jaringan

Para korban dan tim kuasa hukum mendesak aparat penegak hukum untuk tidak hanya menjerat individu, tetapi menyelidiki potensi adanya jaringan atau kelompok yang memfasilitasi penipuan ini.

“Kita tidak bisa lagi melihat ini sebagai kasus perdata atau kesalahan pribadi. Kalau ini dibiarkan, akan banyak masyarakat yang tertipu dengan pola yang sama,” tambah Rizky.

Laporan ini merupakan bagian keempat dari serial investigasi Harianetam.id terkait dugaan penipuan tanah kapling di Samarinda. Liputan selanjutnya akan mengangkat respons aparat dan potensi reformasi sistem validasi tanah di kota ini.

Hak jawab dapat disampaikan ke redaksi kami melalui: mediasi@harianetam.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *