Samarinda – Harianetam.id | Satu juta rupiah untuk sekarung beras. Delapan ratus ribu untuk satu tabung gas. Itu bukan harga di luar negeri, tapi realita di Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur. Menanggapi kondisi krisis tersebut, Ketua DPRD Kaltim secara tegas mendesak pemerintah memiliki helikopter sendiri untuk menjangkau wilayah-wilayah terisolasi.
“Jangan bicara soal beras oplosan dulu. Fokus kita sekarang harus ke Mahulu. Daerah itu lagi susah,” ujar Ketua DPRD Kaltim dalam wawancara terbuka di Samarinda, menanggapi minimnya akses bantuan untuk masyarakat hulu yang terjebak kemarau ekstrem.
Jalur Sungai Mandek, Jalur Udara Tak Ada
Kondisi Mahulu saat ini kritis. Akses darat rusak. Sungai Mahakam menyusut drastis. Kapal tak bisa lewat. Namun, Pemprov Kaltim tak memiliki alat transportasi udara sendiri. Helikopter yang bisa menjangkau Mahulu hanya tersedia lewat pinjam tangan TNI atau pihak swasta.
“Solusi tercepat ya lewat udara—pakai helikopter. Tapi kita enggak punya,” ujar Ketua DPRD Kaltim, mengingatkan kembali sistem sewa helikopter semasa Gubernur Akmal.
Dulu, Pemprov bersama Kapolda dan Pangdam menyewa helikopter secara patungan. “Rp2 miliar cukup untuk enam bulan operasional. Kalau tidak ada bencana, bisa untuk kunjungan kerja. Tapi saat bencana, itu penyelamat,” tambahnya.
Krisis yang Terulang, Tapi Tak Pernah Dipelajari
Ini bukan pertama kalinya Mahulu terisolasi karena bencana alam. Tapi hingga kini, tidak ada sistem permanen mitigasi berbasis udara atau jalur darat yang tuntas dibangun.
“Daerah perbatasan itu harus diperkuat. Ini salah satu arahan Presiden juga. Tapi lihat sendiri: Mahulu teriak, tapi pusat dan provinsi masih diam,” ujarnya.
Dorongan Libatkan CSR dan Kementerian PUPR
Tak hanya mengkritik pemerintah daerah, Ketua DPRD Kaltim juga mendorong keterlibatan perusahaan swasta melalui skema CSR (Corporate Social Responsibility).
“Jangan hanya andalkan APBD. Kalau perlu, CSR perusahaan digunakan untuk pengadaan helikopter. Kita butuh gotong royong. Ini bukan soal politik, tapi kemanusiaan,” tegasnya.
Ia juga mendesak Kementerian PUPR untuk mempercepat pembangunan jalan ke wilayah Mahulu agar distribusi logistik tak selalu tergantung pada cuaca.
Etam Investigasi: Infrastruktur Minus, Warga Jadi Korban
Liputan sebelumnya dari HarianEtam.id menunjukkan, harga beras di Mahulu kini mencapai Rp1 juta untuk 25 kilogram, sementara LPG naik ke Rp800 ribu per tabung. Warga di Long Apari, Noha Tivab, dan Noha Silat terancam kelaparan dan dehidrasi karena minimnya air bersih dan distribusi pangan.
Tapi seperti biasa, pemerintah baru bergerak setelah viral atau didesak politisi. Dan sekali lagi, warga yang tinggal di perbatasan Kalimantan Timur harus bertanya: Mengapa kami selalu yang terakhir?
Berita ini bagian dari serial liputan investigatif HarianEtam.id bertajuk
“Hulu Terbakar, Kota Menonton: Krisis Perbatasan di Tengah Iklim Ekstrem.”
📣 Bantu viralkan! Jika kamu punya keluarga di Mahulu atau wilayah hulu lainnya, kirimkan cerita ke media@harianetam.id.
Editor: Tim Investigasi HarianEtam.id
Baca berita investigatif, edukatif, inspiratif, dan informatif lainnya hanya di Harianetam.id
Tinggalkan Balasan