, ,

571 Ribu Penerima Bansos Main Judol: Potret Kerusakan Moral dan Ancaman Keamanan Nasional

571 Ribu Penerima Bansos Main Judol: Potret Kerusakan Moral dan Ancaman Keamanan Nasional

Jakarta – HarianEtam.id | Judi online (judol) bukan lagi sekadar pelanggaran hukum. Temuan terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa 571 ribu penerima bantuan sosial (bansos) tercatat aktif berjudi online, dengan nilai transaksi mencapai Rp1 triliun. Fakta ini menjadi alarm keras bagi negara: bantuan untuk warga miskin justru berputar di meja digital perjudian.

Anggota Komisi I DPR RI, Rizki Aulia Rahman Natakusumah, menyebut fenomena ini sebagai ancaman moral dan bahkan menyentuh ranah keamanan nasional. Ia menyerukan pembentukan Satgas Judi Online Lintas Lembaga yang melibatkan Polri, Kejaksaan, BSSN, BIN, dan Kominfo, agar tidak ada lagi pendekatan yang bekerja secara sektoral.

“Ini menyangkut moral bangsa. Judi online sudah menjadi persoalan nasional yang merusak sendi sosial, ekonomi, bahkan kedaulatan negara,” tegas Rizki usai kunjungan Komisi I DPR RI ke Kodiklat TNI di Tangerang Selatan, Kamis (17/7/2025).

Dari Bansos ke Judol: Bukti Gagalnya Literasi Digital dan Ketahanan Sosial

Data PPATK menyoroti bahwa aliran transaksi judol kini menyusup ke kelompok masyarakat rentan. Bantuan tunai yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok, justru disalurkan ke situs judi daring. Rizki menyebut ini sebagai indikator kerusakan sistemik: rendahnya kesadaran digital, lemahnya pembinaan moral, dan nihilnya pengawasan terhadap alokasi bansos.

Lebih mengkhawatirkan, tren ini terus naik di kalangan generasi muda, ibu rumah tangga, dan warga dengan penghasilan tak tetap.

Perlu Intervensi dari Hulu ke Hilir

Rizki mendorong pemerintah untuk tidak hanya mengandalkan pendekatan pemblokiran situs, tapi melakukan reformasi kebijakan pencegahan yang dimulai dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga platform digital.

“Edukasi moral harus dimulai dari rumah, tapi negara tidak boleh abai. Harus ada kampanye literasi digital dan bahaya judol yang menyentuh langsung akar masalah,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa kejahatan digital seperti judol bisa berkembang menjadi gerbang ke cyber crime terorganisir, perdagangan data ilegal, hingga pendanaan ilegal lintas negara jika tidak ditangani secara serius.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *