,

PT Daksa Kalimantan Putra Ajukan Keberatan: Siapa Pemilik Sah Lahan Kapling?

PT Daksa Kalimantan Putra Ajukan Keberatan: Siapa Pemilik Sah Lahan Kapling?

Harianetam.id | Samarinda — Kasus dugaan penipuan tanah kapling di kawasan Jalan H.A.M Rifaddin memasuki babak baru yang lebih kompleks. Kini, tidak hanya soal keterlambatan sertifikat atau terlapor yang menghilang. Namun muncul persoalan mendasar: siapa sebenarnya pemilik sah atas tanah yang telah dijual kepada para korban?

Pertanyaan ini mencuat setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Samarinda menyampaikan bahwa telah menerima surat keberatan resmi dari PT Daksa Kalimantan Putra atas klaim lahan yang sedang disengketakan.

Surat Keberatan Picu Pertanyaan Baru

Surat dari PT Daksa Kalimantan Putra, tertanggal 4 Februari 2025, menyatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki klaim atas lahan yang sama dengan yang dijual oleh pihak terlapor kepada puluhan warga melalui skema tanah kapling.

“Ini adalah fakta hukum yang sangat serius. Artinya, tanah yang selama ini dipasarkan bisa jadi bukan milik sah dari pihak penjual. Maka, seluruh transaksi dan PPJB menjadi cacat hukum sejak awal,” ujar RIzky Febryan Ramadhani, kuasa hukum para korban.

Dokumen Lama, Legalitas Dipertanyakan

Transaksi kapling tersebut merujuk pada dokumen Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tertanggal 10 November 1982 sebagai dasar hak atas tanah. Namun setelah dilakukan pengecekan ke Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Loa Janan Ilir, dan Kecamatan Samarinda Seberang, hasilnya nihil.

“Kami mendapat jawaban tertulis dari kelurahan dan kecamatan bahwa dokumen tersebut tidak teregistrasi dan tidak ditemukan dalam arsip. Bahkan disebutkan bahwa alur administrasinya tidak sampai ke kecamatan,” tambah Rizky.

PT Daksa vs Terlapor: Potensi Sengketa Perdata dan Pidana

Dengan masuknya PT Daksa Kalimantan Putra dalam pusaran sengketa, kasus ini tak lagi sekadar dugaan penipuan konsumen, tetapi juga mengandung potensi konflik kepemilikan antara dua entitas: pihak pengembang (terlapor) dan korporasi pemilik lahan (PT Daksa).

Jika benar PT Daksa memiliki dasar kepemilikan yang lebih kuat, maka penjualan tanah kepada warga oleh pihak pengembang bisa dikualifikasi sebagai pengalihan hak atas tanah yang tidak sah secara hukum.

Polisi Diduga Harus Periksa Akar Masalahnya

Kuasa hukum meminta aparat penegak hukum untuk tidak hanya fokus pada unsur penipuan kepada konsumen, namun juga menyelidiki asal usul kepemilikan lahan dan dugaan penggunaan dokumen kadaluarsa atau bahkan palsu dalam memasarkan tanah.

“Ini bisa membuka pintu ke arah tindak pidana yang lebih luas: penggunaan dokumen fiktif, pemalsuan, hingga penggelapan hak atas tanah,” ujar Rizky.

Sengkarut Ini Bisa Jadi Kunci

Dengan dokumen lama yang tidak terdaftar, keberatan resmi dari PT Daksa, dan status hukum lahan yang belum jelas, kasus ini menjadi cermin dari lemahnya sistem validasi kepemilikan tanah di level lokal. Sengkarut ini pula yang bisa membuka peta dugaan mafia tanah yang bermain rapi di balik wajah legalitas semu.

Hak Jawab untuk Semua Pihak

Redaksi Harianetam.id memberikan ruang hak jawab secara terbuka kepada:

  • Terlapor I dan II,
  • PT Daksa Kalimantan Putra,
  • Notaris yang terlibat dalam pembuatan PPJB,
  • Instansi terkait di lingkungan pemerintahan kota Samarinda.

Berita ini merupakan bagian keenam dari serial investigasi Harianetam.id mengenai dugaan penipuan tanah kapling. Liputan selanjutnya akan mengulas analisis hukum dari akademisi dan pakar pertanahan mengenai kekosongan regulasi yang kerap dimanfaatkan dalam kasus serupa.

Hak jawab dapat dikirim ke: media@harianetam.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *